Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, 25 Januari 2009

FALSAFAH PEMBANGUNAN

1. Latar Belakang


Pada masa sebelum krisis multidimensi 1997, prioritas pembangunan lebih dititikberatkan pada pembangunan ekonomi saja. Hal ini menyebabkan tolok ukur keberhasilan pembangunan terlalu berat didasarkan pada besaran-besaran ekonomi yang pada akhirnya mereduksi hakekat pembangunan itu sendiri.

Walaupun capaian pembangunan dilihat dari besaran-besaran tersebut sangat mengesankan, akan tetapi pada kenyataannya menyimpan berbagai permasalahan mendasar yang harus segera diatasi. Permasalahan tersebut antara lain meliputi : ketidakmerataan pembangunan baik dari segi akses produksi, ketimpangan sektoral maupun regional, ter-alieanasi-nya manusia Indonesia dari kemerdekaan berbudaya dan menunjukkan jati-diri, kecenderungan penyeragaman perilaku dan hilangnya budaya lokal, eksploitasi sumberdaya alam yang dimonopoli negara, dominannya pendekatan stabilitas politik untuk memperlancar pertumbuhan ekonomi, dan konsumerisme.

Pada era reformasi dewasa ini, belum cukup terlihat perubahan struktural yang jelas mengenai cara pandang pembangunan. Pembangunan masih dianggap sebagai upaya pencapaian besara-besaran ekonomi. Perlu ada semacam analisa komparatif untuk mencari paradigma pembangunan yang kita butuhkan untuk masa depan.

2. Menggali Falsafah Pembangunan

Falsafah Pembangunan

Filosofi dasar pembangunan Indonesia pada dasarnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, yang menyeluruh, dalam perspektif budaya, meliputi aspek pribadi manusia, lingkungan kemasyarakatan dan teknologi (anthropos, oikos, etnos). Singkatnya pembangunan harus berwawasan humanis dan emansipatoris. Dengan melibatkan aspek pribadi (anthropos), maka pembangunan seyogyanya dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Dengan demikian pembangunan harus menghasilkan manusia Indonesia yang cerdas, terampil dan berbudi-pekerti luhur. Salah satu konsekuensinya adalah penyediaan hak dasar manusia Indonesia antara lain melalui penyediaan pendidikan, pangan, papan dan kesehatan oleh negara kepada setiap warga negara.

Pembangunan juga harus mempertimbangkan lingkungan dimana manusia hidup (oikos). Pembangunan yang membawa dampak kerusakan lingkungan, walaupun pada saat yang sama membawa pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan, pada dasarnya tidak menghasilkan sesuatu yang kita harapkan. Dalam hal demikian, alternatif pola eksploitasi sumberdaya alam selayaknya menjadi isu utama.

Aspek kemasyarakatan (etnos) juga penting menjadi target pembangunan. Kebebasan menjalankan agama dan mempertahankan tradisi lokal merupakan kearifan hakiki yang harus dijamin oleh negara. Semua alasan pembangunan yang mengabaikan prinsip-prinsip etnos berarti menyalahi tujuan pembangunan. Penghapusan kearifan budaya lokal demi penyeragaman administrasi pemerintahan tidak menghargai aspek etnos pembangunan.

Aspek tekne juga menjadi pertimbangan pembangunan. Salah satu ciri perkembangan peradaban manusia adalah kemampuannya menemukan teknologi untuk mempermudah kehidupan. Akan tetapi apabila teknologi itu harus diimpor dengan harga mahal tanpa ada transfer pengetahuan, maka tujuan pembangunan manusia Indonesia telah melenceng dari rel-nya walaupun menghasilkan pertumbuhan secara cepat dari sisi output.

Model Pembangunan

Dengan memahami tinjauan filosofi tentang esensi suatu pembangunan sebagaimana telah diuraikan, karena itu suatu model pembangunan pada dasarnya harus memenuhi beberapa prinsip nilai berikut ini :

  1. Pertumbuhan ekonomi untuk memerangi kemiskinan (efek having) ;
  2. Pertumbuhan diri yang sangat penting untuk meniadakan alienasi baik secara pribadi maupun sosial (efek being) ;
  3. Solidaritas bangsa untuk menghindari disintegrasi ;
  4. Partisipasi masyarakat, bukan marginalisasi ;
  5. Pemerataan untuk menghindari ekploitasi ;
  6. Otonomi sehingga tidak terjadi alienasi atas kemandirian ;
  7. Keadilan sosial ;
  8. Keamanan ;
  9. Keseimbangan lingkungan.
Poin pertama dan kedua menunjukkan manusia sebagai pelakunya (aktor). Poin ketiga sampai keenam struktur (pola sosial) dimana manusia tidak bisa lepas dari lingkungannya. Sedangkan poin ketujuh hingga kesembilan merupakan relasi dinamis antara aktor dan struktur. Model demikian merupakan model pembangunan emansipatoris yang mana sangat mencerminkan etos pembebasan. Pembebasan dimaksud mencerminkan spirit memperjuangkan keadilan dan persamaan hak, dengan menggali kembali norma dan pranata sosial yang selama ini pada hakekatnya hidup ditengah-tengah masyarakat. Komunikasi dan interaksi sosial-nya memerlukan pranata sosial yang tertib, disiplin dan patuh hukum. Model demikian juga bukan suatu value-free model, melainkan value-oriented model. Ini terlihat dalam konsep pembangunan nasional karena terkait dengan cita-cita politik. Dengan demikian, paradigma komunikasi dan dialog itu penting, bukan hanya paradigma kerja.

Pendekatan Pembangunan

Pendekatan pembangunan, pada akhirnya juga harus berubah. Kalau dahulu menggunakan pendekatan yang serba mengedepankan rasionalisme perhitungan dalam suatu proses pembangunan (neo-positivisme) yang sangat linear dan instrumental, sekarang harus menggunakan pendekatan realisme (berdasarkan kenyataan-kenyataan riil), konstruktivisme (bagaimana membentuk pembangunan berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut), dan kritisisme (terutama terhadap distorsi-distorsi sosial yang terjadi). Juga perlu menggunakan pendekatan desentralisme (bukan pada penyeragaman), yang pada aplikasi menghargai pluralisme budaya, adat dan local genius. Disamping itu, pendekatan mekanisme pasar sudah tidak bisa digunakan lagi, karena harus beralih ke pendekatan pemenuhan hak dasar (rights based approach) yang antara lain meliputi hak fisiologis, rasa aman, harga diri, kebersamaan dan aktualisasi diri.

3. Rekomendasi : Demokrasi Ekonomi sebagai Katalis

Pembangunan nasional yang kita perlukan adalah suatu pembangunan yang jangan lagi melihat persoalan kesejahteraan masyarakat hanya terbatas sebagai permasalahan teknis makro-ekonomi. Pembangunan nasional harus lebih mengedepankan upaya mencari jalan keluar permasalahan kesejahteraan masyarakat secara lebih struktural, dan meletakkan peran pembangunan ekonomi di tataran teknis pembangunan. Karenanya pembangunan ekonomi tidak perlu menjadi satu-satunya prioritas pembangunan, tetapi sebagai teknis dari pembangunan itu sendiri. Hal itu mengingat prioritas pembangunan adalah manusia itu sendiri baik sebagai subjek maupun objek. Untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang pro-pertumbuhan, pro-penciptaan lapangan kerja, dan pro rakyat miskin, maka demokrasi ekonomi merupakan mekanisme yang sangat penting. Hal ini juga selaras dengan landasan konstitusi kita UUD'45.

Dewasa ini masalah yang dialami Indonesia sangat pelik dan kronis, antara lain (i) bayang-bayang inflasi tinggi, (ii) nilai tukar rupiah yang selalu bergolak, dan (iii) defisit anggaran yang kronis. Disamping itu permasalahan-permasalahan persediaan (supply-side) selalu terjadi sebagai akibat negara kepulauan, lemahnya infrastruktur transportasi, disamping terdistorsinya birokrasi sebagai pengemban pelayanan publik, telah menyebabkan inflasi inti (core-inflation) Indonesia tetap tinggi. Nilai tukar selalu bergejolak dan lemah karena tingginya kebutuhan impor sebagai akibat bangun struktur industri yang belum menunjukkan aspek kemandirian ekonomi.

Permasalahan yang dihadapi Indonesia tersebut merupakan permasalahan makro-ekonomi, akan tetapi penanganannya tidak boleh hanya dengan pendekatan teknis makro-ekonomi. Selama ini kita terlalu mudah memutuskan untuk mengimpor barang-barang yang sesungguhnya dapat kita buat sendiri dan cenderung tidak tekun membangun kapasitas dan kemampuan berproduksi dalam jangka panjang. Hal ini terekam dalam ketergantungan kita pada produk impor, mulai dari impor barang jadi hingga impor barang modal dan barang setengah jadi. Hal ini berujung pada permasalahan kebutuhan devisa yang besar, baik untuk memenuhi berbagai barang kebutuhan rakyat, hingga untuk keperluan investasi barang modal. Karena itu, harus ada pendekatan struktural untuk memutus mata rantai lemahnya makro-ekonomi.

Pertama adalah pembangunan pertanian. Hal ini disadari karena potensi penciptaan lapangan kerja sangat besar di sektor ini terutama bagi kelompok miskin, disamping potensi pertumbuhan yang besar apabila dikembangkan menjadi agro-industri. Pembangunan pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan bagian terbesar rakyat Indonesia, pada gilirannya akan memberikan landasan bagi berdirinya sektor industri manufaktur yang lebih kokoh, baik sebagai potensi pasar, penyedia tenaga kerja maupun bahan baku untuk diolah.
Kedua adalah pengembangan energi alternatif. Pembangunan tidak akan menghasilkan pertumbuhan kalau energi yang menggerakkanya habis. Energi atom dan bio-energi merupakan alternatif yang sangat potensial di samping energi fosil lainnya yang belum dikembangkan seperti batubara dan gas alam.
Ketiga adalah membangun industri bahan baku. Dengan ini, kita mengolah hasil bumi kita menjadi bahan baku industri sehingga melepaskan ketergantungan dari kebutuhan impor.
Keempat membangun industri manufaktur (yang mengolah hasi-hasil dan potensi sektor pertanian) dan barang modal, sehingga struktur industri Indonesia menjadi kokoh baik dari bahan baku, manufaktur (pemprosesan), dan barang modal. Disinyalir timpangnya industri menengah (missing the middle) dalam piramida struktur industri Indonesia telah mengurangi potensi nilai tambah yang cukup signifikan, sehingga potensi penyerapan tenaga kerja juga hilang.
Pola di atas menggambarkan operasionalisasi suatu demokrasi ekonomi dalam kehidupan ekonomi, dimana bercirikan terdesentralisasinya pelaku-pelaku ekonomi dengan akses faktor produksi terbuka bagi setiap warga, disamping target pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja bisa tercapai pada saat yang sama. Dengan demikian, demokrasi ekonomi memberikan peluang pada setiap warga untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kapasitas diri sebagai aktor ekonomi, sehingga lebih berdaya beli, dan menciptakan pemerataan pendapatan dan lapangan kerja, dan pertumbuhan yang lebih berkualitas.
Dengan mengacu pada falsafah pembangunan dan model pembangunan yang telah diungkapkan di atas, terlihat bahwa pembangunan Indonesia jangan meninggalkan akar budaya. Pembangunan harus melibatkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masyarakat dan mampu menciptakan kesejahteraan. Sehingga akan terjadi humanisme dalam pembangunan.
Partai Demokrat sebagai suatu organisasi politik adalah salah satu wujud representasi masyarakat dapat ikut berperan dalam pembangunan nasional. Dengan jaringan organisasinya yang meluas hingga ke tingkat wilayah yang terendah (hingga pengurus ranting), serta konstituennya yang berasal dari berbagai kalangan dan lapisan, Partai Demokrat dapat menggali potensi kemandirian rakyat dan mendorong tumbuhnya kemampuan produktif elemen-elemen masyarakat baik dalam aspek kegiatan riil ekonomi maupun aspek pembiayaannya. Partai Demokrat dapat juga ikut mengawal jalannya iklim berusaha yang lebih berkeadilan dan mendorong penguatan-penguatan peran pranata dan lembaga sosial ekonomi yang secara khas pada hakekatnya hidup di masing-masing daerah. Bersama partai-partai dan kekuatan politik lainnya, Partai Demokrat dapat memperjuangkan terwujudnya pendekatan dan strategi pembangunan yang benar-benar sesuai dengan peningkatan harkat, kekuatan dan kemandirian pembangunan nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar